Keindahan pelangi biasanya lebih
jelas bila terjadi di pagi maupun sore hari saat sudut antara matahari dan bumi
masih rendah. Keindahannya ternyata dipengaruhi juga oleh posisi pengamat. Jika
pengamat berada dalam posisi membelakangi
cahaya matahari dan mengamati pelangi dengan latar belakang awan mendung, warnanya akan tampak lebih
jelas dan tegas.
Fenomena
alam ini begitu menakjubkan sehingga ada berbagai mitos tentangnya. Mitologi
Yunani mengatakan bahwa pelangi
adalah
jalan menuju surga yang dilalui oleh Dewa Iris, yaitu Dewa Pembawa
Pesan. Dalam
mitologi Cina dikatakan bahwa pelangi merupakan lukisan yang dibuat oleh
Dewi
Nuwa dengan menggunakan batu lima warna. Sedangkan mitologi India
menyatakan bahwa pelangi merupakan busur panah Sang Rama yang merupakan
reinkarnasi Wisnu.
Adakah makna
yang bisa kita petik dari fenomena pelangi? Pelangi terbentuk justru ketika terjadi
perubahan dari langit yang serba cerah
menjadi hujan rintik-rintik, ketika matahari akan bersembunyi di balik awan dan
membiarkan bumi sejenak menikmati turunnya hujan. Ternyata, ada keindahan yang dibawa oleh perubahan dari keadaan yang serba
cerah menjadi mendung. Keindahan ini
tidak langsung tertangkap oleh penglihatan kita, namun perlu usaha untuk
mengetahuinya, paling tidak dengan mendongakkan kepala ke langit.
Demikian
pula dalam kehidupan. Bila kehidupan yang stabil tiba-tiba berubah, dan terjadi
sesuatu yang membuat hidup kita terasa suram bagaikan hujan, tetap ada berkat
yang tersembunyi di balik peristiwa itu. Sebuah blessing
in disguise, yang tidak langsung bisa kita temukan, namun perlu
kita singkapkan. Paling tidak dengan cara menyerahkan hidup kita kepada
Tuhan agar Ia
menuntun kita untuk menemukannya. Atau dengan merefleksikan pengalaman
itu
dengan memandangnya, seperti ketika kita memandang ke langit dan menatap
pelangi dengan latar belakang awan mendung. Hanya memandang saja, dengan
pikiran positif bahwa ada keindahan di balik hujan yang tiba-tiba turun
tadi.
Fenomena
pelangi juga mengajarkan bahwa ada keindahan dalam perpisahan, dalam proses “melepas”.
Lihatlah awan yang meretas butiran air untuk menjadi hujan, dan langit yang
melepaskan matahari -yang sesaat sebelumnya masih menyinari bumi-. Apa hasil
dari keseluruhan proses melepas itu? Keindahan warna-warni pelangi, yang tidak
mungkin terjadi bila awan tetap menahan butiran air itu, sebab ia akan menjadi
awan kumulonimbus yang padat menjulang dan membawa badai petir di dalamnya.
Keindahan pelangi juga ternyata lebih nyata di sore hari, saat langit melepas
matahari untuk terbenam.
Dari
peristiwa itu kita belajar bahwa perpisahan dan proses melepas membawa
keindahan tersendiri, yang tidak mungkin terjadi saat kita menggenggam erat
apa-apa yang ingin kita ikat, dan ternyata malahan mengikat diri kita sendiri.
Sebuah kenangan akan masa lalu – entah itu kenangan indah ataupun menyakitkan-,
atau seseorang pribadi, bila kita relakan dan kita lepaskan dari diri kita, ternyata akan terasa lebih indah dan bermakna. Maka
lepaskanlah pasangan kita dan anggota keluarga lainnya dari keharusan untuk
memenuhi harapan-harapan kita, syarat-syarat kita, agar mereka menjadi indah
sebagai dirinya sendiri. Seperti kata peribahasa “keberadaannya lebih bermakna
ketika kita tidak memilikinya”.
Keindahan itu ada dalam cara pandang kita dan
ada dalam jangkauan kita. Kita dapat membebaskan diri
segala ikatan yang mengikat kita sendiri: segala kenangan, pribadi-pribadi,
materi, dan lain-lain. Lepaskan, dan kita tidak akan pernah kehilangan semua
itu, sebab kita akan melihat bias keindahan yang ditimbulkannya. Seperti awan meretas hujan yang tak pernah
dimikilinya, seperti langit melepas matahari yang bukan kepunyaannya, dan akhirnya menghasilkan bias indah warna pelangi.
DH. Des 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar